BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu
kenyataan bahwa rakyat Indonesia memiliki sekian banyak ragam seni dan budaya
nan eksotis, tetapi justru terlupakan hanya karena merasa malu dan gengsi
terhadap dalih modernisasi yang salah satunya adalah permainan tradisional. Merupakan
suatu keanehan apabila bangsa ini yang memiliki sekian banyak tradisi lokal
sarat nilai edukasi, sosial, dan filosofi yang agung tetapi justru “buta”
terhadap hakikat tradisi lokal tersebut.
Banyak
pihak yang cenderung berargumen bahwa tradisi lokal Nusantara adalah tradisi
kolot dan ketinggalan jaman. Arus globalisasi dan modernisasi menjadikan permainan tradisional seperti egrang, gasing,
gatrik, dan lain-lain menjadi usang bak tumpukan buku penuh debu. Hal ini
dikarenakan anak-anak generasi sekarang ini lebih dimanjakan dengan
PlayStation.
Dampaknya
banyak tradisi lokal Indonesia seperti tarian tradisional, batik, dan
sebagainya “dicuri” atau dikalim oleh bangsa lain. Perlu ditegaskan bahwa
bangsa Indonesia kaya akan sejarah, seni, dan tradisi lokal. Namun ironisnya
sebagian dari mereka pura-pura lupa atau melupakan diri dari realitas tersebut.
Jika dikaji lebih detail makna sosial-filosofisnya, hal ini sungguh sangat
mencerminkan betapa bangsa Indonesia kaya akan kearifan lokal.
Berdasarkan
persoalan di atas, maka muncul masalah dimana permainan tradisional mulai
menghilang. Tujuan kajian ini adalah untuk mengkaji tentang bagaimana cara mempertahankan permainan
tradisional sebagai local wisdom. Berdasarkan persoalan
di atas, maka muncul masalah dimana permainan tradisional mulai menghilang
dikalangan para anak bangsa. Mereka lebih menggemari permainan modern dengan
menyebut dirinya sebagai anak gaul. Sedangkan permainan tradisional mereka
anggap ketinggalan jaman/jadul. Namun tanpa mereka sadari mereka telah terjajah
oleh bangsa lain melalui globalisasi yang semakin bebas sehingga melupakan jati
dirinya sebagai bangsa Indonesia.
Tujuan
kajian ini adalah untuk mengkaji tentang bagaimana cara mempertahankan permainan tradisional sebagai local wisdom dan membuktikan bahwasannya
permainan tradisional bukannlah permainan usang dan tidak
ketinggalan jaman.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana cara mempertahankan permainan
tradisional sebagai local wisdom?
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk
mengetahui bagaimana cara
mempertahankan permainan tradisional sebagai local wisdom.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Manfaat
Teoritis
Setelah mempelajari makalah ini diharapkan pembaca dapat mengetahui dan memandang
permainan tradisional bukan melulu sebagai permainan usang, akan tetapi terdapat
proses pembelajaran yang terkandung di dalamnya.
2. Manfaat
Praktis
a.
Bagi Penulis,
makalah ini merupakan upaya untuk memenuhi tugas mata kuliah Perspektif Global.
b.
Bagi Guru SD,
makalah ini merupakan refrerensi bagi guru untuk mengetahui bagaimana cara
mempertahankan permainan tradisional sebagai local wisdom.
c.
Bagi siswa,
makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman siswa akan
nilai
edukasi, sosial, dan filosofi yang terkandung
dalam permainan tradisional dan menyadari bahwasannya permainan ini harus
dipertahankan dan dilestarikan
BAB
II
TEORI-KONSEP
2.1
Permainan Tradisional
Permainan tradisional anak-anak adalah salah satu genre atau bentuk folklore yang berupa
permainan anak-anak, yang beredar secara lisan diantara anggota kolektif tertentu, berbentuk
tradisional dan
diwarisi turun temurun serta banyak mempunyai variasi. Oleh karena termasuk folklore, maka
sifat
atau ciri dari
permainan
tradisional
anak
sudah tua
usianya,
tidak
diketahui asal-usulnya, siapa penciptanya dan dari mana
asalnya. Biasanya disebarkan
dari mulut ke
mulut dan kadang-kadang mengalami perubahan nama atau bentuk meskipun
dasarnya sama.
Jika
dilihat dari
akar katanya,
permainan
tradisional
tidak
lain
adalah kegiatan yang diatur oleh suatu
peraturan permainan
yang
merupakan pewarisan dari
generasi terdahulu yang
dilakukan manusia (anak-anak)
dengan
tujuan
mendapat kegembiraan (James Danandjaja, 1987), sedangkan menurut Atik Soepandi, Skar dan kawan-kawan (1985-1986), yang disebut permainan adalah perbuatan untuk menghibur hati baik yang mempergunakan alat ataupun tidak mempergunakan alat. Sedangkan yang dimaksud tradisional ialah segala apa yang dituturkan atau diwariskan secara turun temurun dari orang tua atau nenek moyang. Jadi permainan tradisional adalah segala perbuatan baik mempergunakan alat atau
tidak, yang diwariskan turun temurun dari nenek moyang, sebagai
sarana hiburan atau untuk
menyenangkan hati.
Permainan tradisional ini bisa dikategorikan
dalam tiga
golongan, permainan untuk bermain
(rekreatif), permainan untuk bertanding (kompetitif) dan permainan
yang
bersifat eduktif.
Permainan tradisional
yang bersifat rekreatif
pada umumnya dilakukan untuk mengisi waktu senggang. Permainan tradisional yang bersifat kompetitif, memiliki ciri-ciri : terorganisir, bersifat
kompetitif, dimainkan oleh paling sedikit 2 orang, mempunyai kriteria yang menentukan siapa
yang
menang dan yang kalah, serta mempunyai peraturan yang diterima
bersama oleh
pesertanya. Sedangkan permainan tradisional yang
bersifat edukatif,
terdapat unsur-unsur
pendidikan di dalamnya. Melalui permainan seperti ini anak- anak diperkenalkan dengan berbagai
macam keterampilan dan kecakapan yang nantinya
akan
mereka perlukan dalam menghadapi kehidupan sebagai anggota masyarakat. Inilah
salah satu bentuk pendidikan yang bersifat non-formal di dalam masyarakat. Permainan-
permainan jenis ini menjadi alat sosialisasi untuk anak-anak agar mereka dapat
menyesuaikan diri sebagai
anggota kelompok sosialnya.
Dari data-data yang berhasil
dihimpun dari Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, di tiap daerah (wilayah propinsi & kabupaten), terdapat 20 hingga 30 jenis permainan tradisional yang berhasil
terdata.
Peran Permainan Tradisional
Permainan tradisional yang ada di berbagai Nusantara ini dapat
menstimulasi berbagai aspek perkembangan anak, seperti :

Sensorimotorik,
motorik kasar, motorik
Halus.

Problem
solving, stategi, antisipatif,
Pemahaman
konstektual.

Pengenalan
diri.


kematangan sosial, dengan teman sebaya dan
meletakkan pondasi untuk melatih
keterampilan sosialisasi, berlatih peran
dengan orang lain yang lebih
dewasa/masyarakat.

yang bersifat Agung (transcendental)

alam sekitar secara bijaksana.

diwariskan dari generasi terdahulu kepada
generasi selanjutnya.
2.2
Faktor Yang Menyebabkan Hilangnya Permainan Tradisioanal
Tidak ada yang bisa membendung kuat
dan derasnya arus globalisasi dan modernisasi. Kehadirannya tanpa pandang bulu
bisa melibas semua hal. Siapa bisa bertahan, dia akan tetap hidup dalam
globalisasi dan modernisasi. Permainan lawas pun berada di titik liminal antara
ada dan tiada Di era ini, banyak bermunculan permainan alat-alat elektronik
yang menggunakan teknologi canggih, sehingga membuat para generasi muda
tertarik untuk memainkannya dan lupa akan permainan tradisional yang ada di
daerah tempat tinggal mereka.
Ada beberapa faktor penyebab
hilangnya permainan anak tradisional. Beberapa faktor tersebut adalah sebagai
berikut :
a.
Sarana dan tempat bermain tidak ada,
Salah satu
faktor yang turut membantu percepatan punahnya permainan tradisional adalah
karena semakin hilangnya lahan-lahan terbuka (lapangan) yang biasa dijadikan
tempat bermain dan berkreasi bagi anak-anak. Lahan terbuka, selain sebagai area
resapan air hujan yang baik juga merupakan faktor kunci lestarinya
permainan-permainan yang menurut sebagian orang sudah usang, disamping itu pula
adanya lapangan sebagai ruang publik mampu mendorong dan menciptakan
kreativitas yang ada dalam lingkungan tersebut. Dari miskinnya lahan bermain
yang tersedia maka akhirnya mereka mencari pilihan permainan yang lain, tentu
saja dalam hal ini adalah rentalan perangkat game yang modern.
b.
Adanya penyempitan waktu
Semakin kompleksnya tuntutan zaman
terhadap anak yang semakin membebani menyebabkan mereka sibuk dengan tuntutan
disekolahnya. Dengan banyaknya tugas-tugas sekolah dan tuntutan kurikulum yang
semakin tinggi mengakibatkan waktu mereka tersita. Sehingga mereka lebih
memilih permainan instan yang tidak mengeluarkan banyak tenaga dan bisa
dilakukan di rumah. Sekarang ini banyak anak yang memiliki PS di rumah
masing-masing.
c.
Permainan tradisional terdesak oleh permainan modern
dari luar negeri dimana tidak memakan tempat, tak terkendala waktu baik itu
siang hari, pagi, sore ataupun malam bisa dilakukan, serta tidak perlu menunggu
orang lain untuk bermain,
d.
Terputusnya pewarisan budaya yang dilakukan oleh
generasi sebelumnya dimana mereka tidak sempat mencatat, mendata, dan
mensosialisasikan sebagai produk budaya masyarakatnya kepada generasi di
bawahnya. Budaya instan yang sudah merasuk pada setiap anggota masyarakat
sekarang juga memberikan sumbangan hilangnya permainan tradisional. Kita selalu
terlena oleh budaya cepat saji, yang penting sudah tersedia dan siap “dimakan “
tanpa harus melalui proses.
2.3 Mengapa permainan tradisional perlu dilestarikan?
Dalam kajian sosial-budaya,
permainan tradisional merupakan salah satu warisan budaya. Dan, warisan budaya memiliki
keperluan untuk dilestarikan dan dipertahankan keberadaannya. Unsur ini
merupakan sebuah sarana sosialisasi yang efektif dari nilai-nilai yang
dipandang penting oleh suatu masyarakat. Nilai-nilai ini kemudian dapat menjadi
pedoman hidup, pedoman berperilaku dalam kehidupan sehari-hari bermasyarakat.
Rahma (1996) menyatakan bahwa di
dalam permainan rakyat seperti: Gobak sodor, kitri-kitri, man dhoblang, dan
lain sebagainya sebenarnya mengandung banyak nilai filosofisnya, yaitu yang
terwujud dalam fungsinya sebagai suatu media untuk menurunkan pesan-pesan
budaya kepada generasi berikutnya. Oleh sebab itu, pesan-pesan budaya inilah
yang dimaksudkan dengan hakikat permainan tradisional. Selain itu, permainan
tradisional dirasa perlu untuk tetap dilestarikan karena memiliki substansi
pembelajaran biologis, kognitif, dan sosioemosional pada anak. Ini sangat
membantu proses perkembangan fisik dan psikis anak.
2.4
Nilai-nilai Yang Terkandung Dalam Permainan Tradisional
Permainan tradisional mengandung nilai-nilai
local wisdom dan pemahaman moral jika
dibandingkan dengan permainan modern saat ini, seperti :
1.
Mengasah otak
Permainan “game online” merupakan model permainan yang mengedepankan aktivitas
otak dari pada fisik. Sedangkan, permainan tradisional juga tidak melulu
melakukan tindakan fisik, akan tetapi keterlibatan otak juga kerap dibutuhkan
dalam permainan ini. Sebut saja permainan
dhakon, permainan yang diadopsi dari filosofi bertani ini menuntut anak
supaya berpikir bagaimana cara petani mendapatkan hasil sebanyak mungkin dan
kemudian disimpan di dalam lumbung.

Gambar 2.4.1 Contoh Permainan dhakon
2.
Melatih kemampuan menjalin relasi sosial
Kemampuan menjalin relasi sosial
dengan individu lain merupakan sebuah tuntutan pada permainan tradisional
lainnya. Gobak sodor, misalnya.
Warisan wong londo ini menghendaki anak untuk saling bertemu dan berkomunikasi
dengan anak-anak yang lain. Mereka akan termotivasi berlatih banyak hal, antara
lain melatih mereka melakukan kerjasama, menelurkan konsep strategi yang
matang, tepa selira atau saling menghormati, berbalas budi dan percaya diri.

Gambar 2.4.2 Contoh Permainan Gobak Sodor
3.
Membantu proses perkembangan fisik dan psikis anak
Perkembangan fisik anak akan
terlatih ketika mereka bermain engklek.
Bagaimana tidak, dengan cara melompat, menggunakan satu kaki dari petak pertama
hingga petak teratas akan melatih otot kaki dan membantu pertumbuhan tulang.
Permainan egrang juga perpengaruh positif terhadap otot tangan. Unsur biologis
yang terlibat dalam setiap permainan melandasi perkembangan otak, perubahan dan
kemampuan bergerak, dan perubahan hormonal di masa puber.

Gambar 2.4.3 Macam-macam Permainan Engklek

Gambar 2.4.4 Contoh Permainan Engklek
4.
Melibatkan unsur kognitif.
Pembelajaran yang melibatkan unsur
kognitif juga akan membiak seiring dengan proses berlangsungnya permainan.
Psikolog Swiss, Jean Piaget (1952), mengatakan bahwa ada dua proses yang
bertanggungjawab atas cara anak menggunakan dan mengadaptasi sebuah konsep
dasar informasi. Dua proses penting yang bertalian erat dengan permainan yang
mereka lakukan adalah: asimilasi dan akomodasi.
Dalam permainan egrang, misalnya. Budi berumur delapan tahun diberi bambu
yang sudah dirakit sedemikian rupa layaknya alat egrang. Dia belum pernah sama
sekali menggunakan alat itu. Tetapi dengan cara mengamati orang lain berjalan
tinggi dengan bambu maka dia mengetahui bahwa bambu tadi harus dinaiki pada
bagian yang sudah dirakit kemudian diayunkan ke depan. Setelah mengetahui hal
ini, dia akan memasukkan pengetahuan ini ke dalam konsep pikiran yang sudah
dimilikinya (asimilasi).
Akan tetapi, bambu tersebut terlalu
berat untuk diayunkan, budi terjatuh karena tidak bisa menjaga keseimbangan
antara kaki dan tangan untuk melangkah ke depan. Oleh karena itu, dia harus
mampu menyesuaikan kekuatan kaki dan tangan bergerak secara seimbang.
Penyesuaian ini mencerminkan kemampuannya untuk merubah sedikit pemahamannya
tentang dunia (akomodasi).

Gambar 2.4.5 Contoh Permainan Egrang Saat Berkompetisi
Di Sekolah
5.
Melatih perkembangan sosioemosional.
Dalam menjalankan sebuah permainan,
secara tidak langsung anak juga melakukan proses perkembangan sosioemosional. Misalnya
pada permainan bentengan. Mereka
belajar bagaimana membangun hubungan yang baik dan melakukan kerjasama tim
untuk mencapai tujuan yang sama. Perubahan emosi, perubahan kepribadian,
perkembangan ketegasan dan rasa kegembiraan saat memenangkan permainan
mencerminkan proses perkembangan sosioemosional anak.

Gambar 2.4.6
Contoh Jalannya Permainan Bentengan
6.
Mengendap dengan kuat dalam alam bawah sadar.
Permainan anak-anak dipelajari
ketika mereka masih memasuki fase perkembangan kanak-kanak. Sehingga nilai dan
pesan-pesan moral yang terdapat dalam permainan tradisional tersebut dapat
masuk dengan cepat. Ini pada gilirannya akan mengendap dengan kuat dalam alam
bawah sadar (unconsciousness)
seseorang.
Dalam analisis Freud, ketika mereka
sudah dewasa kecemasan, ketakutan, dan apa-apa yang dipikirkannya tidak bisa
luput dari dorongan alam bawah sadarnya. Sehingga, jika sejak kecil mereka
pernah mengenal nilai-nilai kearifan lokal (local
wisdom), etika perilaku dan nilai-nilai moral lainnya, maka ketika dewasa
kelak konsep ini akan tetap hadir mengiringi alam sadar (consciousness) mereka yang kemudian termanifestasi dalam wujud
perilaku nyata.
Kiranya tidak tepat jika menganggap
permainan tradisional ini sebagai salah satu permainan yang telah usang dan
layak masuk museum. Nyatanya, kebermaknaan nilai-nilai local wisdom dan pemahaman moral masih memiliki pengaruh kuat pada
usia dewasa. Sejatinya, media ini juga mampu mereduksi generasi modern yang
sarat dengan perilaku-perilaku konsumtif, hedon, dan glamorius duniawi. Sebuah
budaya baru yang teralienasi dari kearifan lokal maupun moral dan etika.
Saatnya memandang permainan tradisional bukan melulu sebagai permainan usang,
akan tetapi proses pembelajaran yang terkandung di dalamnya perlu kita renungi
bersama.
2.5
Perbandingan Antara Permainan Tradisional dengan Permainan Modern
Hits and Go. Itulah
kata yang tepat untuk menggambarkan permainan anak-anak sekarang. Sangat
dicintai dan kemudian dilupakan, lalu hilang ditelan bumi. Hal ini sangat
berbanding terbalik dengan permainan anak pada jaman dulu. Hits, Hide, and Hits. Pada saat tetentu ada permainan anak yang
menjadi permainan primadona, sedangkan permainan jenis lain seolah-olah hilang
dan tidak akan pernah dimainkan lagi oleh anak-anak. Namun, adakalanya si
permainan primadona tadi menghilang dan digantikan oleh permainan anak lainnya.
Namun, bisa dipastikan suatu saat permainan yang sudah menghilang akan muncul
dan kembali lagi.
Perbedaan lain yang sangat mencolok
adalah aksi interaksi, di saat anak-anak sekarang tergila-gila dengan dunia
maya untuk mengekspresikan diri mereka dan menjalin pertemanan melalui situs
sejaring sosial seperti facebook atau twitter, anak-anak di jaman dulu
mengekspresikan diri dan karakter dengan alam, minat, dan teman sebaya secara
langsung. Belari-larian, mandi hujan, perosotan di lumpur, mandi di kolam ikan
yang keruh, memanjat pohon jambu tetangga, berburu sarang burung di pohon
beringin, dan memakai gelang dari benang merah-putih-hitam supaya tidak diambil
oleh makhluk halus sebagai anak. Dari hal-hal yang masuk akal sampai yang
melampaui batas imaginasi pun dijalani dan tidak akan terlupakan.
Pada permainan modern seorang anak
terbatas kemampuannya dalam hal melatih ketangkasan dan ketrampilan tangan
saja. Di samping itu pada permainan modern lebih mendidik anak untuk bersikap
malas dan tidak mau belajar berkreasi atau bahkan tidak memiliki semangat
kreatif karena permainan tersebut hanya bersifat instan. Sedangkan pada
permainan tradisional di mainkan di ruang terbuka sehingga anak-anak terlibat
secara langsung. Oleh karena itu spontanitas, sportifitas dan kreatifitas anak
lebih kelihatan.
Selain itu, permainan anak modern
relatif mahal dan mengharuskan orang tua merogoh kocek lebih dalam. Sangat
berbeda dengan permainan anak jaman dulu yang murah dan kebanyakan memanfaatkan
alat-alat dan bahan alam di sekitar. Sendal jepit yang di tumpuk-tumpuk dan
dilempar dengan batu saja sudah bisa menjadi sebuah permainan yang menarik. Dua
batang kayu bisa dipakai menjadi sebuah permainan yang dikenal sebagai
permaianan pantak lele. Bahkan lapangan dan garis di tanah bisa menjadi banyak
permainan-permainan menarik.
Secara langsung dan tidak langsung,
masa anak-anak lengkap dengan permainannya tradisional menjadi sebuah dunia
yang luar biasa yang tidak terlupakan dan sarat akan nilai positif yang patut
dikembangkan, seperti berlaku adil dan tidak curang, bersosialisasi dengan
sesama, menghargai sesama, menjadi kreatif, memanfaaatkan dan menjaga alam,
bertanggung jawab, menghargai waktu, dan masih banyak lainnya.
BAB III
BENTUK
KONKRIT-ACTION GURU
Salah satu yang dapat dilakukan oleh
seorang guru untuk mempertahankan permainan tradisional adalah melakukan
inovasi baru pada media pembelajaran. Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa mengusahakan
agar peserta didik mengenal dan menerima
budaya dan karakter bangsa sebagai
milik mereka. Oleh karena itu, seyogyanya media pembelajaran pun dapat disesuaikan dengan jati diri dan
budaya bangsa.
Permainan
tradisional telah lahir sejak ribuan tahun yang lalu, hasil dari
proses kebudayaan manusia zaman dahulu
yang masih kental dengan
nilai-nilai kearifan lokal. Meskipun sudah
sangat tua, ternyata permainan tradisional memiliki peran
edukasi yang sangat manusiawi
bagi proses belajar seorang individu,
terutama anak-anak. Dikatakan demikian,
karena secara alamiah permainan tradisional mampu menstimulasi berbagai aspek-aspek perkembangan anak
yaitu: motorik, kognitif,
emosi, bahasa, sosial, spiritual,
ekologis, dan nilai- nilai/moral (Misbach, 2006). Dengan kata lain,
permainan tradisional dapat digunakan
sebagai media pembelajaran.
Langkah Strategis Inovasi Media Pembelajaran dengan
Pemanfaatan Permainan Tradisional
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa dapat terintegrasi dalam tiga
hal, yaitu pengajaran seluruh mata pelajaran, program pengembangan diri dan budaya sekolah,
maka melalui ketiga hal itu pula permainan tradisional dapat mengambil
peranan sebagai media pembelajaran yang inovatif.
1. Pengintegrasian Mata Pelajaran
Pengembangan nilai budaya dan karakter bangsa diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan pada masing-masing mata pelajaran. Permainan tradisional yang sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang akan dikembangkan kemudian digunakan sebagai
media pembelajaran. Berikut adalah contoh penerapan permainan tradisional dalam
mata pelajaran untuk anak sekolah dasar kelas 1-3.
Tabel 1. Contoh Implementasi Permainan Tradisional
sebagai Media
Pembelajaran
Mata Pelajaran
|
Nilai
|
Teknik Implementasi Permainan
Tradisional
|
Pendidikan
Kewarganegaraan
|
· Demokratis
: Terwujud dalam pemilihan yang akan menjadi “kucing” dengan sulit.
· Kerja
keras : Keuletan peserta yang bertindak sebagai kucing.
· Gotong
royong : Kerjasama pemain untuk mengelabuhi si “kucong” agar temannya tidak
tertangkap.
|
Nama
Permainan : Kucing-kucingan
Peserta
: lebih dari 3 orang, ada yang bertindak sebagai kucing, ada yang bertindak
sebagai musuh.
Alat
yang digunakan : sapu tangan (untuk menutup mata)
Cara
bermain : seluruh peserta membuat lingkaran, sambil berdiri merentangkan
tangan dan saling bergandengan, kecuali “kucing” berdiri di tengah dengan
mata tertutup. Seluruh peserta yang membuat lingkaran terus berputar atau
bergerak hingga salah seorang tertangkap. “Kucing” yang berhasil menangkap
lawannya harus menerka siapa nama lawannya.
|
Penjaskes
|
· Kerjasama
· Kecepatan
berlari
· Kemampuan
strategi yang handal.
|
Nama
Permainan : Bentengan
Alat
permainan : berbagai macam alat yang digunakan sebagai benteng, seperti
pohon, tiang, dan sebagainya.
Cara
bermain : Permainan ini terdiri dari dua regu dengan jumlah anggota sama. Tujuan
utama permainan ini adalah untuk menyerang dan mengambil alih benteng lawan
dengan menyentuh tiang atau pilar yang dipilih oleh lawan dengan meneriakkan
kata “benteng”.
|
2. Program Pengembangan
Diri
Program pengembangan diri siswa salah satunya melalui kegiatan ekstrakurikuler. Bengkel permainan tradisional bisa menjadi salah satu model kegiatan
ekstrakulrikuler bagi peserta didik
dengan memfokuskan rasa ingin tahu, kreatif, cinta tanah air sebagai nilai-nilai yang akan dikembangkan. Di bengkel ini anak diberi kebebasan untuk bereksplorasi ide dan berkreativitas
dengan permainan tradisional. Memodifikasi alat-alat permainan tradisional sesuai dengan kreativitas
menjadi salah satu pilihan kegiatan yang
dapat mendorong pengembangan nilai rasa ingin tahu dan kreatif. Namun
demikian, pelaksanaan program ini tetap membutuhkan pendampingan dari guru secara agar proses pengembangan
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang terkandung dalam permainan tradisional dapat berjalan optimal pada diri peserta didik dan nilai tersebut dapat berkembang secara optimal dalam
diri peserta didik.
3. Budaya Sekolah
Waktu istirahat senggang di sekolah menjadi salah satu sarana berkembangnya suatu budaya sekolah. Dalam
rangka pengembangan budaya dan karakter
bangsa, waktu istirahat
di sela-sela jam
belajar bisa dijadikan
wahana sosialisasi permainan tradisional
sebagai bagian dari budaya bangsa, sekaligus menginternalisasikan
nilai-nilai karakter yang terkandung di dalamnya.
Melalui permainan, anak akan belajar
lebih santai, tanpa terbebani oleh hal-hal yang condong kea rah kognitif
sehingga tak jarang memberatkan
anak.
Pengembangan
Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa dapat dilakukan pula
dengan berbagai kegiatan yang bersifat kondisional, misalnya Festival Permainan Tradisional. Kegiatan ini sebaiknya melibatkan seluruh elemen sekolah, baik kepala sekolah,
guru, peserta didik, tenaga kependidikan bahkan orang tua peserta
didik. Masing-masing hendaknya memaknai Namun,
hal yang perlu digarisbawahi adalah walaupun bersifat
kondisional, kegiatan ini
harus tetap memberikan kesan sepanjang
proses pembelajaran anak.
BAB
IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kajian telah
menunjukkan bahwa permainan tradisional mengandung nilai-nilai local wisdom
yang sarat nilai edukasi, sosial, dan filosofi maka dapat disimpulkan bahwa :
1.
Jika permainan tradisional dikaji lebih
detail makna sosial-filosofisnya, hal ini mencerminkan betapa bangsa Indonesia
kaya akan kearifan lokal.
2.
Faktor utama yang menyebabkan hilangnya
permainan tradisional adalah derasnya arus globalisasi dan modernisasi.
3.
Permainan tradisional merupakan suatu media untuk menurunkan
pesan-pesan budaya kepada generasi berikutnya oleh karenanya perlu dilestarikan
keberadaannya.
4.
Permainan
tradisional dapat digunakan sebagai media
pembelajaran.
5. Saatnya
memandang permainan tradisional bukan melulu sebagai permainan usang, akan tetapi
proses pembelajaran yang terkandung di dalamnya perlu kita renungi bersama.
3.2 Saran
Kita sebagai penerus bangsa yang
berjiwa modern harus tetap mencintai budaya Indonesia dan kekayaan seni, alam,
dan budaya yang terkandung di dalamnya. Dan juga pewarisan budaya yang telah dilakukan
oleh generasi sebelumnya harus kita sosialisasikan sebagai produk budaya
masyarakat kepada generasi di bawah kita, sehingga mereka tidak akan punah
seperti permainan tradisional yang dikaji dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman,Wildan.2010.Permainan Usang Pemuda Tua.
http://wildanabdurrahman.blogspot.com/2013/01/permainan-usang-pemuda-tua.html. diakses tanggal 14
Mei 2013
Awwaliyah, Irma,
Muhamad Saefrudin. 2008. Inovasi Media Pembelajaran Berbasis
Permainan
Tradisional Dalam Rangka Pengembangan Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa. Bogor
: Institut Pertanian Bogor.
Machmud, Ammar. “Menempati Jejak Yang
Terabaikan”. Koran Tempo, 25
september 2011. [14 Mei 2013]
Misbach, Ifa. 2006. Peran Permainan Tradisional Yang Bermuatan Edukatif Dalam Menyumbang
Pembentukan Karakter dan Identitas Bangsa. Jakarta : Universitas Pendidikan
Indonesia.
Setiawan,Ibnu Eko.2012.Permainan Tradisional Yang Mulai Usang.
Sakti, Agus.2008.Permainan Tradisional Bukan Permainan Usang.
http://rangkaikata.wordpress.com/2008/10/19/52/
diakses tanggal 14 Mei
2013